Mengatur Skor dari Judi Ilegal

Mengatur Skor dari Judi Ilegal – AFC (Konfederasi Sepak Bola Asia) dan perusahaan data olahraga Sportradar telah mengklaim kemitraan mereka sejak 2013 menurunkan 21 persen pengaturan skor di Asia. Klaim ini justru menimbulkan keraguan.

Basis data riset AFC-Sportradar menyimpulkan bahwa sebagian besar pengaturan skor muncul dari praktik perjudian ilegal. Pengawasan mereka terfokus atas bandar taruhan dengan bantuan penyelidikan polisi.
Tapi, bagaimana dengan motif lain? Ambisi oknum dari satu negara untuk menang dengan segala cara misalnya. Ini sama sekali bukan judi, melainkan suap. Ancamannya bahkan lebih berbahaya.

Upaya suap ‘resmi’ seperti ini patut dicurigai dalam pertandingan perempat final AFC Cup U23 2020 antara Arab Saudi dan Thailand. Beberapa tahun silam keanehan serupa terjadi ketika pemain Saudi yang jelas berada dalam posisi offside mencetak gol ke gawang lawan dalam kualifikasi Piala Dunia kunjungi Taruhan Bola.

Bukankah bisa saja pejabat asosiasi sepak bola yang melakukan manipulasi, diuntungkan lewat keputusan aneh dari peluit wasit? Padahal di kostum wasit tercetak logo AFC dengan jargon “The Future is Asia”. Berarti yang ikut terlibat jahat ialah ‘orang dalam’ AFC sendiri.

Suap ‘resmi’ mungkin juga menggembosi laga antara Timnas U23+ Indonesia versus Uni Emirat Arab pada 16 Besar Asian Games 2018. Di mana gawang Pasukan Garuda kebobolan dari tujuh kali tendangan penalti!

Namun, negara-negara papan atas Asia selama ini selalu luput dari hukuman. Dan UEA serta Saudi termasuk di dalamnya.
Di luar sepak bola, watak bengis kedua negara itu terbukti brutal dengan kolaborasi mereka menghancurkan Yaman dalam perang sipil berkepanjangan. Kerajaan Saudi yang antidemokrasi bermusuhan sengit lawan Iran. UEA malah sekarang ditengarai membiayai tentara bayaran untuk mengacaukan Libya.

Sejauh ini hanya dilaporkan dua penuntutan serius yang enteng. Empat pemain Asia Tengah tertangkap basah karena pengaturan skor di kompetisi AFC pada 2017, yang akhirnya menerima pelarangan seumur hidup. Pada 2015, lima pemain Nepal ditangkap polisi karena mengatur pertandingan selama Asian Games 2014 di Incheon, Korea Selatan. Mereka didakwa melakukan pengkhianatan, namun karena pada saat itu tidak ada hukum yang melarang pengaturan skor di Nepal, akibatnya mereka dibebaskan.

Sekitar 300.000 pertandingan dipantau Sportradar dalam setahun, tapi cuma sembilan pemain yang dihukum di seantero Asia. Berapa banyak uang yang digelapkan oleh sembilan pemain yang terhukum tersebut?

Media Inggris melaporkan bahwa pemantau integritas Transparency International memperkirakan pasar perjudian ilegal Asia bernilai USD400 miliar setara Rp5,4 kuadriliun (atau Rp5.400 triliun) pada 2018. Perjudian dicap ilegal di banyak bagian Asia, termasuk lima negara terpadat — Tiongkok, India, Indonesia, Pakistan, dan Bangladesh.

Empat pemain Asia Tengah yang terlibat pengaturan skor, kini mereka dilarang bersepak bola seumur hidup. Sejumlah negara Asia Tengah, terutama bekas pecahan Uni Sovyet, tergolong miskin. Wajar kalau kemudian tercipta motif lewat sepak bola yang tidak jujur mereka mengincar lebih banyak uang dari judi ilegal. Sementara lima pemain Nepal berhasil berkelit karena tidak ada hukum di sepak bola Nepal yang melarang mereka mengatur skor.

Pesakitan yang terjerat akibat kerja sama AFC-Sportradar cuma para pemain tertentu asal tim-tim gurem Asia. Mereka menangguk keuntungan pribadi yang amat kecil dibandingkan skala raksasa peredaran uang di pasar perjudian ilegal benua ini. AFC dan Sportradar bulan lalu memperbarui kemitraan mereka sampai akhir 2023.